Pertama kali tau Steve Jobs itu setahun yang lalu, pas nemu artikel ini. Hari ini saya diingatkan kembali oleh artikel yang sangat inspiratif ini, saya bukan pecinta produk-produk Apple, walaupun saya punya satu Ipod, tapi membaca kisah hidupnya, siapapun pasti akan sangat terinspirasi. Selamat Jalan Pak Steve, saya sangat terinspirasi oleh Anda, oleh perjuangan mewujudkan sebuah visi, indahnya mencintai sebuah pekerjaan, dan semangat pantang menyerah dan bangkit dari keterpurukan.
Saya posting lagi translate tulisan yang tak akan lekang oleh waktu ini, teks aslinya bisa dilihat disini dan videonya disini
Stay Hungry. Stay Foolish
Jangan Pernah Puas, Tetaplah Merasa Bodoh
Saya merasa bangga di tengah-tengah Anda sekarang, yang akan segera
lulus dari salah satu universitas terbaik di dunia. Saya tidak pernah
selesai kuliah. Sejujurnya, baru saat inilah saya merasakan suasana
wisuda. Hari ini saya akan menyampaikan tiga cerita pengalaman hidup
saya. Ya, tidak perlu banyak. Cukup tiga.
Cerita Pertama: Menghubungkan Titik-Titik
Saya drop out (DO) dari Reed College setelah semester pertama, namun saya tetap berkutat di situ sampai 18 bulan kemudian, sebelum betul-betul putus kuliah. Mengapa saya DO? Kisahnya dimulai sebelum saya lahir. Ibu kandung saya adalah mahasiswi belia yang hamil karena “kecelakaan” dan memberikan saya kepada seseorang untuk diadopsi. Dia bertekad bahwa saya harus diadopsi oleh keluarga sarjana, maka saya pun diperjanjikan untuk dipungut anak semenjak lahir oleh seorang pengacara dan istrinya. Sialnya, begitu saya lahir, tiba-tiba mereka berubah pikiran karena ingin bayi perempuan. Maka orang tua saya sekarang, yang ada di daftar urut berikutnya, mendapatkan telepon larut malam dari seseorang: “kami punya bayi laki-laki yang batal dipungut; apakah Anda berminat? Mereka menjawab: “Tentu saja.” Ibu kandung saya lalu mengetahui bahwa ibu angkat saya tidak pernah lulus kuliah dan ayah angkat saya bahkan tidak tamat SMA. Dia menolak menandatangani perjanjian adopsi. Sikapnya baru melunak beberapa bulan kemudian, setelah orang tua saya berjanji akan menyekolahkan saya sampai perguruan tinggi.
Saya drop out (DO) dari Reed College setelah semester pertama, namun saya tetap berkutat di situ sampai 18 bulan kemudian, sebelum betul-betul putus kuliah. Mengapa saya DO? Kisahnya dimulai sebelum saya lahir. Ibu kandung saya adalah mahasiswi belia yang hamil karena “kecelakaan” dan memberikan saya kepada seseorang untuk diadopsi. Dia bertekad bahwa saya harus diadopsi oleh keluarga sarjana, maka saya pun diperjanjikan untuk dipungut anak semenjak lahir oleh seorang pengacara dan istrinya. Sialnya, begitu saya lahir, tiba-tiba mereka berubah pikiran karena ingin bayi perempuan. Maka orang tua saya sekarang, yang ada di daftar urut berikutnya, mendapatkan telepon larut malam dari seseorang: “kami punya bayi laki-laki yang batal dipungut; apakah Anda berminat? Mereka menjawab: “Tentu saja.” Ibu kandung saya lalu mengetahui bahwa ibu angkat saya tidak pernah lulus kuliah dan ayah angkat saya bahkan tidak tamat SMA. Dia menolak menandatangani perjanjian adopsi. Sikapnya baru melunak beberapa bulan kemudian, setelah orang tua saya berjanji akan menyekolahkan saya sampai perguruan tinggi.
Dan, 17 tahun kemudian saya betul-betul kuliah. Namun, dengan
naifnya saya memilih universitas yang hampir sama mahalnya dengan
Stanford, sehingga seluruh tabungan orang tua saya- yang hanya pegawai
rendahan-habis untuk biaya kuliah. Setelah enam bulan, saya tidak
melihat manfaatnya. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan dalam
hidup saya dan bagaimana kuliah akan membantu saya menemukannya. Saya
sudah menghabiskan seluruh tabungan yang dikumpulkan orang tua saya
seumur hidup mereka. Maka, saya pun memutuskan berhenti kuliah, yakin
bahwa itu yang terbaik. Saat itu rasanya menakutkan, namun sekarang
saya menganggapnya sebagai keputusan terbaik yang pernah saya ambil.
Begitu DO, saya langsung berhenti mengambil kelas wajib yang tidak
saya minati dan mulai mengikuti perkuliahan yang saya sukai. Masa-masa
itu tidak selalu menyenangkan. Saya tidak punya kamar kos sehingga
nebeng tidur di lantai kamar teman-teman saya. Saya mengembalikan botol
Coca-Cola agar dapat pengembalian 5 sen untuk membeli makanan. Saya
berjalan 7 mil melintasi kota setiap Minggu malam untuk mendapat
makanan enak di biara Hare Krishna. Saya menikmatinya. Dan banyak yang
saya temui saat itu karena mengikuti rasa ingin tahu dan intuisi,
ternyata kemudian sangat berharga.
Saya beri Anda satu contoh: Reed College mungkin waktu itu adalah
yang terbaik di AS dalam hal kaligrafi. Di seluruh penjuru kampus,
setiap poster, label, dan petunjuk ditulis tangan dengan sangat
indahnya. Karena sudah DO, saya tidak harus mengikuti perkuliahan
normal. Saya memutuskan mengikuti kelas kaligrafi guna mempelajarinya.
Saya belajar jenis-jenis huruf serif dan san serif, membuat variasi
spasi antar kombinasi kata dan kiat membuat tipografi yang hebat. Semua
itu merupakan kombinasi cita rasa keindahan, sejarah dan seni yang
tidak dapat ditangkap melalui sains. Sangat menakjubkan. Saat itu sama
sekali tidak terlihat manfaat kaligrafi bagi kehidupan saya. Namun
sepuluh tahun kemudian, ketika kami mendisain komputer Macintosh yang
pertama, ilmu itu sangat bermanfaat. Mac adalah komputer pertama yang
bertipografi cantik. Seandainya saya tidak DO dan mengambil kelas
kaligrafi, Mac tidak akan memiliki sedemikian banyak huruf yang beragam
bentuk dan proporsinya. Dan karena Windows menjiplak Mac, maka tidak
ada PC yang seperti itu. Andaikata saya tidak DO, saya tidak
berkesempatan mengambil kelas kaligrafi, dan PC tidak memiliki
tipografi yang indah.
Tentu saja, tidak mungkin merangkai cerita seperti itu sewaktu saya
masih kuliah. Namun, sepuluh tahun kemudian segala sesuatunya menjadi
gamblang. Sekali lagi, Anda tidak akan dapat merangkai titik dengan
melihat ke depan; Anda hanya bisa melakukannya dengan merenung ke
belakang. Jadi, Anda harus percaya bahwa titik-titik Anda bagaimana pun
akan terangkai di masa mendatang. Anda harus percaya dengan intuisi,
takdir, jalan hidup, karma Anda, atau istilah apa pun lainnya.
Pendekatan ini efektif dan membuat banyak perbedaan dalam kehidupan
saya.
Cerita Kedua Saya: Cinta dan Kehilangan
Saya beruntung karena tahu apa yang saya sukai sejak masih muda. Woz dan saya mengawali Apple di garasi orang tua saya ketika saya berumur 20 tahun. Kami bekerja keras dan dalam 10 tahun Apple berkembang dari hanya kami berdua menjadi perusahaan 2 milyar dolar dengan 4000 karyawan. Kami baru meluncurkan produk terbaik kami-Macintosh- satu tahun sebelumnya, dan saya baru menginjak usia 30. Dan saya dipecat.
Saya beruntung karena tahu apa yang saya sukai sejak masih muda. Woz dan saya mengawali Apple di garasi orang tua saya ketika saya berumur 20 tahun. Kami bekerja keras dan dalam 10 tahun Apple berkembang dari hanya kami berdua menjadi perusahaan 2 milyar dolar dengan 4000 karyawan. Kami baru meluncurkan produk terbaik kami-Macintosh- satu tahun sebelumnya, dan saya baru menginjak usia 30. Dan saya dipecat.
Bagaimana mungkin Anda dipecat oleh perusahaan yang Anda dirikan?
Yah, itulah yang terjadi. Seiring pertumbuhan Apple, kami merekrut
orang yang saya pikir sangat berkompeten untuk menjalankan perusahaan
bersama saya. Dalam satu tahun pertama, semua berjalan lancar. Namun,
kemudian muncul perbedaan dalam visi kami mengenai masa depan dan kami
sulit disatukan. Komisaris ternyata berpihak padanya. Demikianlah, di
usia 30 saya tertendang. Beritanya ada di mana-mana. Apa yang menjadi
fokus sepanjang masa dewasa saya, tiba-tiba sirna. Sungguh menyakitkan.
Dalam beberapa bulan kemudian, saya tidak tahu apa yang harus saya
lakukan. Saya merasa telah mengecewakan banyak wirausahawan generasi
sebelumnya -saya gagal mengambil kesempatan. Saya bertemu dengan David
Packard dan Bob Noyce dan meminta maaf atas keterpurukan saya. Saya
menjadi tokoh publik yang gagal, dan bahkan berpikir untuk lari dari
Silicon Valley. Namun, sedikit demi sedikit semangat timbul kembali-
saya masih menyukai pekerjaan saya. Apa yang terjadi di Apple sedikit
pun tidak mengubah saya. Saya telah ditolak, namun saya tetap cinta.
Maka, saya putuskan untuk mulai lagi dari awal.
Waktu itu saya tidak melihatnya, namun belakangan baru saya sadari
bahwa dipecat dari Apple adalah kejadian terbaik yang menimpa saya.
Beban berat sebagai orang sukses tergantikan oleh keleluasaan sebagai
pemula, segala sesuatunya lebih tidak jelas. Hal itu mengantarkan saya
pada periode paling kreatif dalam hidup saya. Dalam lima tahun
berikutnya, saya mendirikan perusahaan bernama NeXT, lalu Pixar, dan
jatuh cinta dengan wanita istimewa yang kemudian menjadi istri saya.
Pixar bertumbuh menjadi perusahaan yang menciptakan film animasi
komputer pertama, Toy Story, dan sekarang merupakan studio animasi
paling sukses di dunia. Melalui rangkaian peristiwa yang menakjubkan,
Apple membeli NeXT, dan saya kembali lagi ke Apple, dan teknologi yang
kami kembangkan di NeXT menjadi jantung bagi kebangkitan kembali Apple.
Dan, Laurene dan saya memiliki keluarga yang luar biasa.
Saya yakin takdir di atas tidak terjadi bila saya tidak dipecat dari
Apple. Obatnya memang pahit, namun sebagai pasien saya memerlukannya.
Kadangkala kehidupan menimpakan batu ke kepala Anda. Jangan kehilangan
kepercayaan. Saya yakin bahwa satu-satunya yang membuat saya terus
berusaha adalah karena saya menyukai apa yang saya lakukan. Anda harus
menemukan apa yang Anda sukai. Itu berlaku baik untuk pekerjaan maupun
pasangan hidup Anda. Pekerjaan Anda akan menghabiskan sebagian besar
hidup Anda, dan kepuasan sejati hanya dapat diraih dengan mengerjakan
sesuatu yang hebat. Dan Anda hanya bisa hebat bila mengerjakan apa yang
Anda sukai. Bila Anda belum menemukannya, teruslah mencari. Jangan
menyerah. Hati Anda akan mengatakan bila Anda telah menemukannya.
Sebagaimana halnya dengan hubungan hebat lainnya, semakin lama-semakin
mesra Anda dengannya. Jadi, teruslah mencari sampai ketemu. Jangan
berhenti.
Cerita Ketiga Saya: Kematian
Ketika saya berumur 17, saya membaca ungkapan yang kurang lebih
berbunyi: “Bila kamu menjalani hidup seolah-olah hari itu adalah hari
terakhirmu, maka suatu hari kamu akan benar.” Ungkapan itu membekas
dalam diri saya, dan semenjak saat itu, selama 33 tahun terakhir, saya
selalu melihat ke cermin setiap pagi dan bertanya kepada diri sendiri:
“Bila ini adalah hari terakhir saya, apakah saya tetap melakukan apa
yang akan saya lakukan hari ini?” Bila jawabannya selalu “tidak” dalam
beberapa hari berturut-turut, saya tahu saya harus berubah. Mengingat
bahwa saya akan segera mati adalah kiat penting yang saya temukan untuk
membantu membuat keputusan besar. Karena hampir segala sesuatu-semua
harapan eksternal, kebanggaan, takut malu atau gagal-tidak lagi
bermanfaat saat menghadapi kematian. Hanya yang hakiki yang tetap ada.
Mengingat kematian adalah cara terbaik yang saya tahu untuk menghindari
jebakan berpikir bahwa Anda akan kehilangan sesuatu. Anda tidak
memiliki apa-apa. Sama sekali tidak ada alasan untuk tidak mengikuti
kata hati Anda.
Sekitar setahun yang lalu saya didiagnosis mengidap kanker. Saya
menjalani scan pukul 7:30 pagi dan hasilnya jelas menunjukkan saya
memiliki tumor pankreas. Saya bahkan tidak tahu apa itu pankreas. Para
dokter mengatakan kepada saya bahwa hampir pasti jenisnya adalah yang
tidak dapat diobati. Harapan hidup saya tidak lebih dari 3-6 bulan.
Dokter menyarankan saya pulang ke rumah dan membereskan segala
sesuatunya, yang merupakan sinyal dokter agar saya bersiap mati.
Artinya, Anda harus menyampaikan kepada anak Anda dalam beberapa menit
segala hal yang Anda rencanakan dalam sepuluh tahun mendatang. Artinya,
memastikan bahwa segalanya diatur agar mudah bagi keluarga Anda.
Artinya, Anda harus mengucapkan selamat tinggal.
Sepanjang hari itu saya menjalani hidup berdasarkan diagnosis
tersebut. Malam harinya, mereka memasukkan endoskopi ke tenggorokan,
lalu ke perut dan lambung, memasukkan jarum ke pankreas saya dan
mengambil beberapa sel tumor. Saya dibius, namun istri saya, yang ada
di sana, mengatakan bahwa ketika melihat selnya di bawah mikroskop,
para dokter menangis mengetahui bahwa jenisnya adalah kanker pankreas
yang sangat jarang, namun bisa diatasi dengan operasi. Saya dioperasi
dan sehat sampai sekarang.
Itu adalah rekor terdekat saya dengan kematian dan berharap terus
begitu hingga beberapa dekade lagi. Setelah melalui pengalaman
tersebut, sekarang saya bisa katakan dengan yakin kepada Anda bahwa
menurut konsep pikiran, kematian adalah hal yang berguna: Tidak ada
orang yang ingin mati. Bahkan orang yang ingin masuk surga pun tidak
ingin mati dulu untuk mencapainya. Namun, kematian pasti menghampiri
kita. Tidak ada yang bisa mengelak. Dan, memang harus demikian, karena
kematian adalah buah terbaik dari kehidupan. Kematian membuat hidup
berputar. Dengannya maka yang tua menyingkir untuk digantikan yang
muda. Maaf bila terlalu dramatis menyampaikannya, namun memang begitu.
Waktu Anda terbatas, jadi jangan sia-siakan dengan menjalani hidup
orang lain. Jangan terperangkap dengan dogma-yaitu hidup bersandar pada
hasil pemikiran orang lain. Jangan biarkan omongan orang menulikan Anda
sehingga tidak mendengar kata hati Anda. Dan yang terpenting, miliki
keberanian untuk mengikuti kata hati dan intuisi Anda, maka Anda pun
akan sampai pada apa yang Anda inginkan. Semua hal lainnya hanya nomor
dua.
Ketika saya masih muda, ada satu penerbitan hebat yang bernama “The
Whole Earth Catalog”, yang menjadi salah satu buku pintar generasi
saya. Buku itu diciptakan oleh seorang bernama Stewart Brand yang
tinggal tidak jauh dari sini di Menlo Park, dan dia membuatnya
sedemikian menarik dengan sentuhan puitisnya. Waktu itu akhir 1960-an,
sebelum era komputer dan desktop publishing, jadi semuanya dibuat
dengan mesin tik, gunting, dan kamera polaroid. Mungkin seperti Google
dalam bentuk kertas, 35 tahun sebelum kelahiran Google: isinya padat
dengan tips-tips ideal dan ungkapan-ungkapan hebat.
Stewart dan timnya sempat menerbitkan beberapa edisi “The Whole
Earth Catalog”, dan ketika mencapai titik ajalnya, mereka membuat edisi
terakhir. Saat itu pertengahan 1970-an dan saya masih seusia Anda. Di
sampul belakang edisi terakhir itu ada satu foto jalan pedesaan di pagi
hari, jenis yang mungkin Anda lalui jika suka bertualang. Di bawahnya
ada kata-kata: “Stay Hungry. Stay Foolish.” (Jangan Pernah Puas. Selalu
Merasa Bodoh). Itulah pesan perpisahan yang dibubuhi tanda tangan
mereka. Stay Hungry. Stay Foolish. Saya selalu mengharapkan diri saya
begitu. Dan sekarang, karena Anda akan lulus untuk memulai kehidupan
baru, saya harapkan Anda juga begitu.
Stay Hungry. Stay Foolish.
No comments:
Post a Comment